Berita

Selasa, 20 Mei 2014

Pengertian PPh Pasal 26 ( pajak penghasilan umum )




Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
Tarif ,Objek dan Sifat Pengenaannya
1.      20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a.       dividen;
b.      bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c.       royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d.      imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e.       hadiah dan penghargaan
f.        pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g.       Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h.      Keuntungan karena pembebasan utang.
2.      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a.       penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b.      premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3.      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4.      20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5.      Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

Pemotong PPh Pasal 26.
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1)  adalah :
a.    Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
b.    Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah  sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
c.    Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.
d.    Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.

e.    Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing

Penyetoran dan Pelaporan Pajak
1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Terutang pada akhir bulan di lakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, atas penghasilan berupa ;
a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga, termasuk premium,diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta ; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
 b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
c. Premi asuransi yang di bayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri;
2. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah di potong harus di setorkan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak;
3. Pemotong Pajak PPh Pasal 26 di wajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong Pajak PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi atau badan yang di bebani membayar Pajak Penghasilan yang di potong.
5. Pemotongan Pajak PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah di kurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, terutang dan harus di bayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bualn ke tiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Akhir Tahun Pajak Berakhir , sebelum SPT disampaikan.






Premi Asuransi dan Premi Reasuransi
Pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan PPh 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto tersebut adalah ;
 1. Atas premi yang di bayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang , sebesar 50% dari jumlah premi yang di bayar;
2. Atas premi yang di bayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi asuransi.
 3. Atas premi oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebasar 5% dari jumlah premi yang dibayar.
Contoh: 1. Perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Ananda, mengasuransikan bangunan bertingakat langsung keperusahaan asuransi di luar negri dengan membayar jumlah premi selama tahun 2002 sebesar Rp 1 miliar = Rp500.000.000,00. Besar PPH Pasal 26 yang harus di potong oleh PT Ananda selama 2002 adalah 20% x Rp 500.000.000,00 = Rp 100.000.000,00.
Pemotongan hasil Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut di lakukan oleh :
1. Tertanggung, dalam hal di lakukan pembayaran premi oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negri baik secara langsung maupun melalui pialang.
 2. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia dalam hal di lakukan pembayaran premi oleh perusahaan yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negri baik secara langsung maupun melalui pialang.
 3. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia, dalam hal di lakukan pembayaran premi oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.






PPh Pasal 26 yang Tidak Bersifat Final
Pemotongan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat final, namun atas penghasilan sebagaimana di maksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan atas penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Luar Negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau badan luar negeri yang ber ubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan.
Penghasilan –penghasilan tertentu dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 yang tidak bersifat final, yaitu : 1. Pemotongan atas penghasilan sebagai berikut :
a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di indonesia yang sejenis dengan yang di jalankan atau di lakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Penghasilan berupa dividen; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya, yang diterima atau di peroleh kantor pusat, dengan syarat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
 2. pemotongan atas penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap , tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam SPTPP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar