Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Subjek dan Objek
Subjek
PPN
|
:
|
Orang
pribadi atau badan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
|
Objek
PPN
|
:
|
Proses
pembangunannya, selama kegiatan pembangunannya dimulai sampai dengan bangunan
selesai
|
Membangun sendiri yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
-
|
dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
|
-
|
membangun
sendiri bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha;
|
-
|
luas
bangunan 200m2 atau lebih;
|
-
|
bangunan
bersifat permanen.
|
Dasar Pengenaan Pajak, Tarif dan Saat Terutang Pajak
1.
|
Tarif
dan Dasar Pengenaan Pajak
|
|
|
-
|
Pajak
terutang sebesar 10% (Tarif ) dari Dasar Pengenaan Pajak
|
|
-
|
Dasar
Pengenaan Pajak adalah 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan atau
dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Termasuk dalam pengertian
seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan adalah PPN yang dibayar atas
perolehan bahan dan jasa.
|
2.
|
Saat
dan Tempat Pajak Terutang
|
|
|
-
|
Saat
Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah
pada saat mulai dilaksanakannya pembangunan (menggali fondasi, memasang tiang
pancang, dan lain-lain).
|
|
-
|
Kegiatan
Membangun Sendiri yang dilaksanakan bertahap, sepanjang tidak lebih dari 2
tahun, diperlakukan sebagai satu kesatuan.
|
|
-
|
Tempat
Pajak Terutang adalah di tempat bangunan didirikan.
|
Penyetoran dan Pelaporan
1.
|
PPN
yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau
dibayarkan, harus disetorkan seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan
membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut.
Dalam
hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN
yang tercantum dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk
kegiatan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjan PKP yang bersangkutan.
|
2.
|
Orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan
pada Kantor Pelayanan Pajak di tempat bangunan tersebut berada dengan
mempergunakan SSP lembar ke tiga bukti setoran PPN paling lambat tanggal 20
(dua puluh) pada bulan dilakukannya penyetoran.
|
Membangun Sendiri Dalam Kawasan Real Estat
1.
|
Perolehan
tanah kavling sebelum 1 Januari 1995
Membangun sendiri pada kawasan Real
Estat di atas tanah yang diperoleh sesudah 31 Desember 1994, tidak
dikategorikan sebagai membangun sendiri, tetapi dianggap dibangun oleh Real
Estat Karena pada dasarnya Real Estat tidak boleh menjual tanah. Dengan
demikian kegiatan membangun sendiri pada kawasan Real Estat di atas tanah
yang diperoleh sebelum 1 Januari 1995 masih dapat dikategorikan sebagai
kegiatan membangun sendiri dan menganut ketentuan seperti di atas sesuai
dengan KMK 554/KMK.04/2000 sebagaimana telah
dirubah dengan KMK 320/KMK.03/2002. Dalam hal ini perlakuan PPN-nya sama
dengan kegiatan membangun sendiri bukan di dalam kawasan Real Estat.
|
||
2.
|
Perolehan
tanah kavling sesudah 31 Desember 1994
|
||
|
a.
|
Khusus
untuk membangun sendiri di Kawasan Real Estat, yang kavlingnya diperoleh
sesudah 31 Desember 1994, tidak dikategorikan sebagai membangun sendiri
tetapi dianggap dibangun oleh Real Estat, karena pada dasarnya Real Estat
tidak diperbolehkan menjual tanah matang.
|
|
|
b.
|
Dasar
Pengenaan Pajak adalah sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah)
yang dihitung PKP Real Estat seandainya bangunan tersebut dibangun oleh Real
Estat.
|
|
|
c.
|
Seluruh
biaya yang dikeluarkan tiap bulan oleh pemilik kavling sehubungan dengan
pembangunan rumah tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estat dan dianggap
sebagai pembayaran termyn. Berdasarkan laporan itu, PKP Real Estat memungut
PPN terutang dari pemilik kavling kemudian menyetor dan melaporkannya dalam
SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan.
|
|
|
d.
|
Pada
saat pembangunan selesai, PKP Real Estat menentukan nilai bangunan sesuai
dengan patokan harga yang berlaku
|
|
|
|
1)
|
Apabila
nilai bangunan yang ditaksir oleh PKP Real Estat lebih besar dari laporan
pemilik kavling, maka atas selisihnya harus dipungut PPN kemudian disetor dan
dilaporkan pada SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan
|
|
|
2)
|
Apabila
nilai bangunan yang ditaksir oleh PKP Real Estat lebih kecil dari yang telah
dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas kelebihan PPN yang telah disetor,
tidak dapat direstitusi.
|
|
e.
|
Pajak
Masukan atas perolehan barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan
untuk membangun rumah tersebut tidak dapat dikreditkan.
|
Ref
|
:
|
-
|
KMK
Nomor 554/KMK.04/2000
|
|
|
-
|
A.
|
Syarat-Syarat
Dikenakannya PPN (554/KMK.04/2000 Jo 320/KMK.03/2002 Jo KEP - 387/PJ./2002 Jo SE - 45/PJ.53/2002 ) :
|
•
Bangunan yang didirikan merupakan bangunan untuk tempat tinggal
(tidak termasuk fasilitas penunjang) atau tempat usaha (termasuk fasilitas
penunjang).
•
Luas bangunan 400 meter persegi atau lebih.
•
Setelah 1 Juli 2002 syarat luas bangunan adalah 200 meter
persegi atau lebih.
•
Konstruksi utama bangunan bersifat permanen (tahan 25 tahun atau
lebih).
•
Bangunan bersifat permanen artinya konstruksi utama bangunan
tahan sampai dengan 25 tahun atau lebih.
•
Dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
•
Apabila permulaan membangun sendiri terjadi pada atau setelah
tanggal 1 Januari 1995 (Butir 3.1 SE - 07/PJ.53/1995)
B.
|
Dasar Pengenaan Pajak dan PPN
yang Terutang :
(Keputusan Menteri Keuangan
Nomor: 554/KMK.04/2000 Jo KMK Nomor 595/KMK.04/1994, dan KEP - 387/PJ./2002)
|
-
|
Dasar Pengenaan Pajak :
-------------------------
= 40% X Jumlah biaya yang dikeluarkan setiap bulan
(tidak termasuk perolehan tanah).
|
-
|
PPN yang Terutang :
---------------------
= 10% X 40% X Jumlah biaya yang dikeluarkan setiap
bulan (tidak termasuk perolehan tanah).
|
-
|
Termasuk
dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk
membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar
atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
|
-
|
Kegiatan membangun sendiri hanya terutang PPN
apabila permulaan membangun sendiri terjadi pada atau setelah tanggal 1
Januari 1995 (Lihat butir 3.1 SE - 07/PJ.53/1995)
|
-
|
PPN
tersebut terutang oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri, sejak dimulainya kegiatan membangun tersebut sampai dengan
selesai.
|
-
|
Penyetoran
PPN : paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
|
-
|
Pelaporannya
: paling lambat tanggal 20 bulan penyetoran, di KPP tempat bangunan
didirikan, dengan menggunakan SSP lembar ke-3.
|
-
|
Dalam
hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam
SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran
PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaan.
|
C.
|
Membangun
Sendiri di Kawasan Real Estate
( SE - 01/PJ.32/1997 dan SE - 45/PJ.53/2002) :
|
•
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan di kawasan real estat,
yang tanahnya diperoleh tanggal 1 Januari 1995 atau sesudahnya, tidak
dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri, tetapi dianggap seolah-olah
dibangun oleh Pengusaha Kena Pajak Real Estat/Pengembang.
•
Atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan realestat
sebelum 1 September 2002, terutang PPN tanpa ada batasan luas bangunan.
•
Sejak tanggal 1 September 2002 batasan luas bangunan atas
kegiatan membangun sendiri di kawasan realestat adalah 200 m2 atau lebih.
Mekanisme Pengenaan PPN-nya sebagai berikut :
•
Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling untuk
membangun rumah tersebut harus dilaporkan kepada Pengusaha Kena Pajak Real
Estat (pengembang) setiap bulan, dan dianggap sebagai pembayaran termyn,
sehingga Pengusaha Kena Pajak Real Estat harus memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN yang terutang (10% X biaya yang dilaporkan pemungut kavling)
•
Setelah selesai dibangun, Pengusaha Kena Pajak Real Estat wajib
menetapkan nilai bangunan sesuai dengan patokan harga yang berlaku.
•
Jika nilai bangunan yang ditetapkan lebih besar dari jumlah
biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisihnya harus dipungut
PPN, disetor, dan dilaporkan pada masa pajak yang bersangkutan.
•
Jika nilai bangunan yang ditetapkan lebih kecil dari jumlah
biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling, maka DPP yang dipakai adalah jumlah
biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling tersebut, sehingga selisih PPN-nya
tidak dapat direstitusi (diminta kembali).
•
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
untuk membangun rumah tersebut tidak dapat dikreditkan.
•
Atas kegiatan membangun sendiri yang dimulai sebelum tanggal 1
September 2002 dan sampai dengan tanggal 1 September 2002 belum selesai,
berlaku ketentuan SE - 07/PJ.53/1995.
•
Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan sejak tanggal 1
September 2002, berlaku ketentuan KEP - 387/PJ./2002.
•
Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan sejak tanggal 1
September 2002 oleh pemilik kaveling di atas tanah kaveling yang diperoleh
sebelum tanggal 1 September 2002, berlaku ketentuan KEP - 387/PJ./2002.
Pengusaha real estat wajib melaporkan dimulainya kegiatan membangun sendiri di
atas tanah kaveling yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari s.d. 31 Agustus 2002
kepada KPP tempat tanah kaveling tersebut berada, selambat-lambatnya 1 bulan
setelah akhir bulan kegiatan membangun sendiri dimulai.
C.
|
Membangun
Sendiri di Kawasan Real Estate
( SE - 01/PJ.32/1997 dan SE - 45/PJ.53/2002) :
|
•
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan di kawasan real estat,
yang tanahnya diperoleh tanggal 1 Januari 1995 atau sesudahnya, tidak
dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri, tetapi dianggap seolah-olah
dibangun oleh Pengusaha Kena Pajak Real Estat/Pengembang.
•
Atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan realestat sebelum
1 September 2002, terutang PPN tanpa ada batasan luas bangunan.
•
Sejak tanggal 1 September 2002 batasan luas bangunan atas
kegiatan membangun sendiri di kawasan realestat adalah 200 m2 atau lebih.
Mekanisme Pengenaan PPN-nya sebagai berikut :
•
Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling untuk
membangun rumah tersebut harus dilaporkan kepada Pengusaha Kena Pajak Real
Estat (pengembang) setiap bulan, dan dianggap sebagai pembayaran termyn,
sehingga Pengusaha Kena Pajak Real Estat harus memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN yang terutang (10% X biaya yang dilaporkan pemungut kavling)
•
Setelah selesai dibangun, Pengusaha Kena Pajak Real Estat wajib
menetapkan nilai bangunan sesuai dengan patokan harga yang berlaku.
•
Jika nilai bangunan yang ditetapkan lebih besar dari jumlah
biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisihnya harus dipungut
PPN, disetor, dan dilaporkan pada masa pajak yang bersangkutan.
•
Jika nilai bangunan yang ditetapkan lebih kecil dari jumlah
biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling, maka DPP yang dipakai adalah jumlah
biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling tersebut, sehingga selisih PPN-nya
tidak dapat direstitusi (diminta kembali).
•
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
untuk membangun rumah tersebut tidak dapat dikreditkan.
•
Atas kegiatan membangun sendiri yang dimulai sebelum tanggal 1
September 2002 dan sampai dengan tanggal 1 September 2002 belum selesai,
berlaku ketentuan SE - 07/PJ.53/1995.
•
Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan sejak tanggal 1
September 2002, berlaku ketentuan KEP - 387/PJ./2002.
•
Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan sejak tanggal 1
September 2002 oleh pemilik kaveling di atas tanah kaveling yang diperoleh
sebelum tanggal 1 September 2002, berlaku ketentuan KEP - 387/PJ./2002.
Pengusaha real estat wajib melaporkan dimulainya kegiatan membangun sendiri di
atas tanah kaveling yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari s.d. 31 Agustus 2002
kepada KPP tempat tanah kaveling tersebut berada, selambat-lambatnya 1 bulan
setelah akhir bulan kegiatan membangun sendiri dimulai.
F. Tidak Termasuk Kegiatan Membangun
Sendiri (KEP-387/PJ/2002)
•
Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui
kontraktor/pemborong sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun
tersebut telah dipungut PPN
Di tengah kesibukan Pak Febner dalam mengawasi para pekerja yang
sedang mengerjakan konstruksi bagi rumahnya, tiba-tiba dia didatangi oleh
beberapa orang yang mengaku sebagai petugas dari Kantor Pelayanan Pajak.
Petugas tersebut menanyakan tentang Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar
oleh Pak Febner atas kegiatannya dalam membangun rumah tersebut. Tentu saja Pak
Febner sangat kebingungan, karena dia sama sekali tidak mengetahui bahwa atas
kegiatannya tersebut masih diharuskan untuk membayar pajak lagi.
Memang masih
banyak yang belum mengetahui bahwa atas kegiatannya dalam membangun rumah atau
tempat usaha yang dilakukan sendiri tanpa menggunakan jasa kontraktor, maka
akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan
Kegiatan Membangun Sendiri ? Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor
320/KMK.02/2002 Kegiatan Membangun Sendiri adalah kegiatan membangun sendiri
bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas
bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan bersifat
permanen.
Dengan PMk-39/PMK.03/2010, kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan
membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak
lain. Dengan luas bangunan paling sedikit 300 m2.
Untuk pembatasan luas
bangunan ini sudah pernah diubah beberapa kali, yaitu :
•
Atas kegiatan membangun sendiri di luar kawasan real estate,
yang dimulai sebelum tanggal 1 Juli 2002 terutang PPN apabila luas bangunannya
400 m2 atau lebih, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002, batasan luas bangunan
yang terutang PPN adalah 200 m2 atau lebih.
•
Atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan real estate ,
yang dimulai sebelum tanggal 1 September 2002 terutang PPN tanpa ada batasan
luas bangunan, terhitung mulai tanggal 1 September 2002, batasan luas bangunan
yang terutang PPN adalah 200 m2 atau lebih.
Apa syarat Kegiatan Membangun Sendiri yang dikenakan PPN?
1.
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2. bangunan yang
diperuntukkan bagi tempat tinggal termasuk fasilitas penunjang,
3. dalam hal
diperuntukkan sebagai tempat usaha termasuk semua fasilitas penunjang;
4.
sebelum 1 Juli 2002 : luas bangunan 400 m2 atau lebih,
5. sejak 1 Juli 2002 :
luas bangunan 200m2 atau lebih;
6. sejak 1 April 2010 : luas bangunan 300 m2
atau lebih
Berapa Besar Pajak yang harus dibayar ?
Pajak Pertambahan Nilai
yang harus disetor adalah 10% X 40% X semua biaya yang dikeluarkan untuk
membangun bangunan tersebut, tapi tidak termasuk harga perolehan
tanahnya.
Contoh Perhitungan Kegiatan Membangun Sendiri
1. Herman Kurniawan
adalah Direktur Utama PT Kurnia Jaya. Pada tanggal 15 November 1994 mulai
melakukan pembangunan rumah dengan luas seluruhnya 550 M2 yang dilakukan oleh
tukang batu dan diawasi sendiri. Bangunan selesai dikerjakan dan siap untuk
ditempati pada tanggal 20 Mei 1995.
Jawaban :
· Kegiatan di atas memenuhi
kriteria Kegiatan Membangun Sendiri (tidak dalam kegiatan usaha);
· Kegiatan
Membangun Sendiri yang dilakukan oleh Herman tidak dikenakan PPN karena
dilakukan sebelum 1 Januari 1995 (sebelum Pasal 16C yang mengatur PPN atas
kegiatan tersebut belum berlaku)
2. Faizal Ayuba adalah seorang pengusaha
percetakan (kartu undangan, dsb.) yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak sejak 20 Maret 1996. Pada 10 Februari 2001 mulai melakukan kegiatan
membangun gedung untuk tambahan gudang dan kantor administrasinya untuk
kegiatan manajemen seluas 600 M2. Kegiatan ini dilakukan oleh tukang yang
dibayar harian dan diawasi sendiri. Selama bulan Februari 2001 telah
dikeluarkan biaya sejumlah Rp50.000.000,00 untuk pembelian bahan bangunan dan
ongkos tukang.
Jawaban :
· Kegiatan di atas memenuhi kriteria Kegiatan
Membangun Sendiri (tidak dalam kegiatan usaha);
· Kegiatan Membangun Sendiri
yang dilakukan oleh Faizal pada bulan Februari 2001 terutang PPN sebesar
=10%x40%xRp50.000.000,00= Rp2.000.000,00;
· PPN yang terutang disetor ke Kas
Negara melalui Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 Maret 2001;
· Pembayaran
tersebut dilaporkan oleh Faizal dalam SPT Masa PPN Masa Februari 2001, form
1195 kode I.1.
· Apabila Faizal bukan Pengusaha Kena Pajak pelaporannya
menggunakan SSP lembar ke-3 yang dikirimkan kepada Kepala KPP yang di
wilayahnya terletak bangunan yang sedang didirikan.
Perlakuan Pajak Masukan
atas kegiatan membangun sendiri adalah tidak dapat dikreditkan, karena PPN yang
terutang dihitung dari DPP sebesar 40% dari seluruh pengeluaran dan dianggap
sudah dikreditkan sebanding dengan 10% x 60% jumlah seluruh pengeluaran.
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PPN
DAN PPnBM
Yang Wajib Membayar/Menyetor dan
Melapor PPN/PPnBM
1.
|
Pengusaha
Kena Pajak (PKP)
|
|
2.
|
Pemungut
PPN/PPnBM, adalah:
|
|
|
-
|
Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara
|
|
-
|
Bendaharawan
Pemerintah Pusat dan Daerah
|
|
-
|
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
|
|
-
|
Pertamina
|
|
-
|
BUMN/
BUMD
|
|
-
|
Kontraktor
Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
|
|
-
|
Bank
Pemerintah
|
|
-
|
Bank
Pembangunan Daerah
|
|
-
|
Perusahaan
Operator Telepon Selular.
|
Yang Wajib Disetor
1.
|
Oleh
PKP adalah:
|
|
|
a.
|
PPN
yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.
Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak
Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
|
|
b.
|
PPnBM
yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
|
|
c.
|
PPN/PPnBM
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
dan Surat Tagihan Pajak (STP).
|
2.
|
Oleh
Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut PPN/PPnBM
|
Tempat Pembayaran/ Penyetoran Pajak
1.
|
Kantor
Pos dan Giro
|
2.
|
Bank
Pemerintah, Kecuali BTN
|
3.
|
Bank
Pembangunan Daerah
|
4.
|
Bank
Devisa
|
5.
|
Bank
bank lain penerima setoran pajak
|
6.
|
Kantor
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP
|
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
1.
|
PPn
dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat 15
(lima belas) bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.
Contoh
: Masa Pajak Januari 2002, penyetoran paling lambat tanggal 15 pebruari 2002.
|
|
2.
|
PPN
dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor
sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
|
|
3.
|
PPN
/ PPnBM atas impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk,
dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen impor.
|
|
4.
|
PPN/PPnBM
yang pemungutannya dilakukan oleh:
|
|
|
a.
|
Bendaharawan
Pemerintah, harus disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
b.
|
Pemungut
PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat 15 (lima
belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
c.
|
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas impor, harus menyetor
dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan
|
5.
|
PPN
dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O)
ditebus
|
|
Catatan:
Apabila
tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus
dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
|
Sarana Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
1.
|
Untuk
membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP)
yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan
dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) di seluruh Indonesia.
|
2.
|
Surat
Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang
disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib
Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro,
atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.
|
Pelaporan SPT Masa PPN
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
wajib menghitung dan melaporkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang.
Fungsi dan Tujuan
Sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melaporkan
dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang.
Pelaporan
1.
|
Pengkreditan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
|
2.
|
Pembayaran
atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pihak
lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
|
3.
|
Bagi
Pemotong atau Pemungut, untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
|
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak dalam
pengisian SPT Masa PPN
1.
|
Setiap
Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak dikukuhkan.
|
|
2.
|
Bagi
Wajib Pajak yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dalam
penyelenggaraan Pembukuannya, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam
bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
|
|
3.
|
Mengambil
sendiri Surat Pemberitahuan PPN Masa beserta petunjuk pengisiannya di Kantor
Pelayanan Pajak.
|
|
4.
|
Pengisian
SPT Masa PPN harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditandatangani oleh;
|
|
|
a.
|
Pengurus
atau direksi untuk Wajib Pajak Badan;
|
|
b.
|
Wajib
Pajak yang namanya tercantum dalam Kartu NPWP dan SK PKP bagi Wajib Pajak
orang Pribadi;
|
|
c.
|
Dalam
hal ditanda tangani oleh pihak lain selain tersebut di atas maka harus
dilampiri Surat Kuasa Khusus (per masa pajak dengan menyebut bulan yang
bersangkutan).
|
5.
|
SPT
Masa PPN harus disampaikan dengan lengkap, disertai lampiran yang telah
ditetapkan, SPT yang tidak lengkap dianggap tidak pernah disampaikan.
|
|
6.
|
Bagi
PKP Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai Badan Pemungut, selain
menyampaikan SPT Masa PPN sebagaimana di atas, juga wajib menyampaikan SPT
Masa Pemungut PPN.
|
Penyampaian SPT Masa PPN
Tempat pengambilan SPT Masa PPN
1.
|
Kantor
Pelayanan Pajak;
|
2.
|
Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan;
|
3.
|
Tempat
lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
Tempat penyampaian SPT Masa PPN
1.
|
Kantor
Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, atau;
|
2.
|
Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.
|
Cara penyampaian SPT Masa PPN
1.
|
Disampaikan
langsung ke Kantor Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha dikukuhkan sebagai
PKP/Kantor Penyuluhan Pajak setempat, PKP akan menerima catatan tanda terima
pada lembar kedua SPT Masa PPN.
|
2.
|
Disampaikan
melalui Kantor Pos secara tercatat dan tanggal Cap Pos dari Kantor Pos
penerima SPT berfungsi sebagai tanggal penerimaan SPT Masa PPN.
|
Saat Pelaporan PPN/PPnBM
1.
|
PPN
dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan
disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
2.
|
PPN
dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi
segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
|
|
3.
|
PPN
dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan oleh:
|
|
|
a.
|
Bendaharawan
Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
|
|
b.
|
Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
c.
|
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir.
|
4.
|
Untuk
penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh
PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
Catatan
:
Apabila
tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus
dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar