BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak
yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam
peredarannya dari produsen ke konsumen.Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang)
yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen
akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Pemungutan PPN dan PPnBM
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang ditunjuk (misalnya
Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak. PKP yang
ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah pengusaha yang memiliki peredaran
bruto (omzet) melebih Rp600.000.000,00 setahun atau pengusaha yang
memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak baik
orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
wajib memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong
mewah) dari pembeli atau pemakai jasanya.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut
dan pemotong PPN
1.2.2 Pemungutan PPN oleh Bendaharawan Negara
1.2.3 Penyerahan yang tidak
dipungut dan dipotong PPn oleh Bendaharawan
1.2.4 Perlakuan atas PPn yang
dipungut dan dipotong
1.2.5 Saat
penyetoran dan pelaporan PPN yang dipungut oleh Bendaharawan
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah
agar pembaca mampu memahami dan menjelaskan apa arti pemungutan dan pemotongan
PPN dan PPnBM yang perlu diketahui oleh masyarakat pada umumnya .
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pihak – pihak yang ditunjuk
sebagai pemungut dan pemotong PPN
Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau
Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan
atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).
Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si
penjual atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan mempercepat
pemasukan ke kas negara maka dilakukan sistem pemungutan dan penyetoran PPN
oleh PUT PPN. Oleh karena itu
Pemerintah menentukan Badan-Badan atau Instansi yang harus melakukan pemungutan
dan penyetoran PPN. Contoh : PKP XYZ melakukan penjualan berupa
komputer kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Bendahara
Pemerintahnya. Karena PKP XYZ melakukan penyerahan BKP kepada bendahara
pemerintah Pemda Kota Tangsel, maka Bendahara Pemda Kota Tangsel wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas transaksi tersebut.
Mengingat PPN Pajak Keluaran telah disetor dan dilaporkan
oleh PUT PPN, maka penjual yang bukan PUT
PPN tidak perlu lagi melakukan pemungutan dan penyetoran PPN, akan tetapi tetap
melakukan pelaporan dalam SPt Masa PPN Formulir 1107-A.
Pemungut
PPN dan atau PPnBM berdasarkan Keppres 56 tahun 1988 telah dicabut dengan Keppres 180 tahun 2000. Kemudianditunjuk
kembali dengan KMK No.547/KMK.04/2000.
Pemungut
PPN adalah sbb :
v
KPKN (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara), sekarang
menjadi KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara);
v
Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi,
Kabupaten atau Kota;
v
Pertamina;
v
Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang
Minyak, Gas Bumi,Panas Bumi dan pertambangan umum lainnya;
v
Badan Usaha Milik Negara (BUMN); / Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD);
v
Bank Milik Negara; / Bank Milik Daerah;
v
Bank Indonesia;
Namun
seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1 Januari 2004 sesuai KMK No.563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN (sekarang menjadi KPPN – Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara). Kemudian diatur lebih lanjut
tentang penunjukan Pemungut PPN untuk KPS Migas sejak 1 Januari 2005 sesuai PMK No.11/PMK.03/2005 dan berdasarkan PMK No.73 Tahun
2010 menjadi Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi. Dan sekarang berdasarkan PMK No. 85/PMK.03/2012 jo. PMK No.136/PMK.03/2012
BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut PPN.
PKP Rekanan
Dalam ranah pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikenal pula
istilah PKP Rekanan.Yang dimaksud dengan PKP Rekanan adalah Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
kepada Pemungut PPN.PKP Rekanan yang melakukan transaksi penyerahan BKP
dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah / Bendaharawan KPPN
dinamakan PKP Rekanan Pemerintah.
Contoh 3 : PKP ABC melakukan
penyerahan BKP kepada Bendahara Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dalam transaksi ini, PKP ABC bertindak
selaku PKP Rekanan Pemerintah.
2.2
Pemungut PPN Oleh Bendaharawan Negara
Bendaharawan
Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM
Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000 Jo. KMK
No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Prakteknya, bendaharawan pemerintah
di Satuan Kerja (Satker) tertentu akan langsung meminta membuat SSP dari
rekanan atau penyedia barang dan jasa. SSP dibuat oleh penyedia barang dan jasa
saat (bersamaan) dengan pembuatan faktur tagihan ke bendaharawan.Nanti atas PPN
tersebut disetorkan oleh bendaharawan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPPN).
Tatacara Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN
dan atau PPnBM oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
1.
Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat
yang melakukan pembayaran yang
dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
2.
PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau
JKP oleh PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan
Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
3.
Penyerahan JKP oleh instansi pemerintah yang
pembayarannya melalui KPKN /KPPN atau
Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang pembayaran tersebut
berasal dari APBN / APBD dan Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP
memasukkan pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dari Instansi Pemerintah tersebut.
2.3 Penyerahan yang tidak dipungut dan dipotong PPN oleh Bendaharawan
PPN
dan PPnBMtidak dipungutoleh
Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
1.
Pembayaran yang jumlahnya paling
banyak Rp.1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
(termasuk PPN dan PPnBM).
2.
Pembayaran untuk pembebasan tanah,
kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh real estate atau industrial
estat.
3.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan
atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku mendapat
fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain
:
a.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari PPN
berdasarkan PP No. 146 tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP / JKP
Tertentu.
b.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari PPN
berdasarkan PP No. 12 tahun 2001 jo. PP No.43 tahun 2002 tentang Impor dan atau
Penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan
atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut berdasarkan PP No. 42 tahun 1995 jo. PP
No.25 tahun 2001 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh
dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah atau Dana
Pinjaman Luar Negeri.
4.
Pembayaran atas
penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar Minyak olehPT Pertamina.
5.
Pembayaran atas rekening telepon
kepada telkom atau kepada perusahaan telekomunikasi lainnya.
6.
Pembayaran atas
jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
7.
Pembayaran
lainnya untuk Pembayaran atas penyerahan Barang atau Jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN berdasarkan PP
No. 144 tahun 2000.
PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya
paling banyak sebesar Rp.1.000.000, dipungut dan disetor sendiri oleh PKP
Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.
Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan atau
PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP
yang dilakukan oleh bukan PKP (Lampiran I Huruf D angka 6 Kep-DJP
No.382/PJ/2002).
Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada kepala KPP dalam bentuk daftar
nama yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal faktur
penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan rekanan
yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa bagi Pemungut PPN.
Sejak 1 Januari 2004, sesuai KMKNo.571/KMK.03/2003 ketentuan tentang
Pengusaha Kecil adalah Pegusaha yang menyerahkan BKP (Barang) dan atau JKP
(Jasa) dalam 1 tahun buku jumlah peredaran / penerimaan bruto tidak melebihi
Rp.600.000.000 setahun.
Jika jumlah peredaran / penerimaan bruto Rp.600.000.000 setahun ke atas,
maka Pemungut PPN tidak boleh melakukan transaksi pembelian, kalau rekanan
tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP.
2.4
Perlakuan atas PPn yang dipungut dan dipotong
Undang-Undang
PPN hanya memberi satu clue yang bisa dipakai sebagai petunjuk untuk membedakan
antara fasilitas PPN Tidak Dipungut dari fasilitas PPN Dibebaskan.Petunjuk itu
adalah perbedaan perlakuan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana disebutkan di
atas. Coba perhatikan perbedaannya pada ilustrasi yang dialami oleh seorang PKP
X berikut ini:

2.5
Saat penyetoran dan pelaporan PPN yang dipungut oleh bendaharawan
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan paling lambat 7 (tujuh)
hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dalam hal hari
ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat, paling lambat 20 (dua puluh)
hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan.
Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Tata Cara
Pemungutan dan Penyetoran
|
a.
|
PKP rekanan Pemerintah membuat
Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
|
|
|
b.
|
SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas
PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP
dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama
PKP Rekanan Pemerintah.
|
|
|
c.
|
Dalam
hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
|
|
|
d.
|
Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
|
|
|
|
-
|
lembar
ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut PPN.
|
|
|
-
|
lembar
ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
|
|
|
-
|
lembar
ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
|
|
e.
|
Dalam
hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana dimaksud
pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM
disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut
diperuntukkan sebagai berikut :
|
|
|
|
-
|
lembar
ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
|
|
|
-
|
lembar
ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
|
|
|
-
|
lembar
ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
|
|
|
-
|
lembar
ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
|
|
|
-
|
lembar
ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
|
|
f.
|
Dalam
hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat
dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
|
|
|
|
-
|
lembar
ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
|
|
|
-
|
lembar
ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
|
|
|
-
|
lembar
ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
|
|
|
-
|
lembar
ke-4 untuk pertinggal KPKN.
|
|
g.
|
Pada
lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan
Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor
tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan
Pemerintah.
|
|
|
h.
|
Pada
setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
|
|
|
i.
|
SSP
lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap
"TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
|
|
|
j.
|
Faktur
Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPn BM.
|
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat kami ambil dari materi ini adalah Pemungut PPN adalah Bendaharawan
Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan,
atau instansi pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).Dalam
prakteknya, bendaharawan pemerintah di Satuan Kerja (Satker) tertentu akan
langsung meminta membuat SSP dari rekanan atau penyedia barang dan jasa. SSP
dibuat oleh penyedia barang dan jasa saat (bersamaan) dengan pembuatan faktur
tagihan ke bendaharawan.Nanti atas PPN tersebut disetorkan oleh bendaharawan
melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPPN). Terdapat beberapa penyerahan
yang tidak dipungut dan dipotong PPN oleh Bendaharawan seperti pembayaran yang
jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah, pembayaran untuk pembebasan tanah, pembayaran
atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan
Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai, pmbayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA, pembayaran atas rekening telepon,
pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; atau Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang
menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan paling lambat 7 (tujuh)
hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dalam hal hari
ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja
berikutnya.Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan
Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat, paling lambat 20 (dua
puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan
untuk materi ini adalah pada umumnya, sudah sewajarnya kita sebagai wajib pajak
memenuhi kewajiban dalam melakukan pembayaran pajak.Dan khususnya dalam Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dalam pemotongan dan pungutannya oleh instansi yang
terkait agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai
yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar