Berita

Selasa, 20 Mei 2014

Pajak Penghasilan Pasal 22





1.1 Pengertian dan Pemungut PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
  1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
  2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
  3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
  4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

1.2 Subjek PPh pasal 22
Subjek yang dikenakan PPh pasal 22 dalam hal ini adalah importir yang melakukan impor barang tersebut. Dengan kata lain importer wajib membayaratau melunasi PPh pasal 22 impor . sedangkan  subjek pemungutnya adalah bank devisa dan juga DJBC ( Direktur Jenderal Bea dan Cukai ). Pengertian subjek pemungut disini hanya sebatas collector SSP atau penerima pembayaran. Sebab PPh pasal 22 impor ini umumnya disetor sendiri oleh importer melalui bank devisa.
1.3 Kegiatan yang Dikenakan and Dikecualikan dalam PPh Pasal 22
Kegiatan yang dikenakan PPh pasal 22 yaitu :
1.      impor barang
2.      Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang
3.      pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4
4.      Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN.
5.      Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
6.      Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
7.      Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
8.      Penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 yaitu :
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
1.4 Tarif PPh Pasal 22
  1. Atas impor :
    1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
    2. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
    3. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
  2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
  3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
    1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
    Catatan:
    Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
  5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
  6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
  7. Atas Penjualan
    1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
    2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
    3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
    4. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
    5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
  8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
1.5  Contoh Penghitungan Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN oleh Bendahara Pemerintah

Pada tanggal 14 Januari 2013 Bendahara membeli 4 (empat) buah printer dari CV Komputerindo (NPWP/NPPKP 01.222.355.5-063.000) seharga Rp22.000.000,- (harga termasuk PPN).
Besarnya pemotongan/pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah sebagai berikut:
Pemungutan PPh
Atas pembayaran untuk pembelian printer dipungut PPh Pasal 22 sebagai berikut:
Harga pembelian = 22.000.000
Dasar Pengenaan Pajak = 20.000.000 (100/110 X 22.000.000)
PPh Pasal 22 (1,5% X 20.000.000) = 300.000
Pemungutan PPN
Atas pembayaran untuk pembelian printer dipungut PPN sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak = 20.000.000
PPN (10% X 20.000.000) = 2.000.000
Kewajiban Bendahara
Kewajiban bendahara atas PPh Pasal 22 dan PPN yang telah dipungut adalah:
Melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak CV Komputerindo;
Menyetorkan PPh Pasal 22 dan PPN dengan cara:
Membuat SSP PPh Pasal 22 (disetor ke bank/kantor pos pada hari yang  sama dengan pembayaran) dan SSP PPN (disetor ke bank/kantor pos selambat-lambatnya tanggal 7 Februari 2013 ) atas nama CV Komputerindo dan ditandatangani oleh bendahara;
Menyerahkan dokumen SPM dilengkapi dengan SSP dan Faktur Pajak ke KPPN;
Setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan:
SSP PPh Pasal 22 dan SSP PPN lembar ke-1 yang telah disahkan oleh KPPN; dan
Faktur Pajak lembar ke-2 kepada CV Komputerindo
Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 14 Februari 2013 ke KPP Pratama Terdaftar dilengkapi dengan:
a. Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
b. SSP lembar ke tiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar